Dengan terampil Titarizky Nandriati memainkan tokoh wayang yang berjejer di kelir. Bersama para siswa lainnya ia tengah mengikuti lomba “Dalang Cilik” yang digelar Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Dispendik) di Kebun Binatang Surabaya (KBS), Sabtu (24/03/2018).
Ia menuturkan bahwa sejak kelas lima SD sudah bergabung dengan sanggar sebagai karawit, kemudian menginjak SMP dirinya baru fokus menekuni dalang.
“Yang susah itu belajar Suluk, sebelum lomba dari biasanya seminggu dua kali latihan namun menginjak lomba latihan dilakukan hampir setiap hari dilakukan usai jam pelajaran”, ujar siswi asal SMPN 1 Surabaya tersebut.
Tita berujar anak-anak jaman now lebih menyukai akan budaya asing seperti menonton drama korea sehingga melupakan budaya lokal bangsa sendiri. Menurutnya, kalau bukan kita yang melestarikan terus siapa lagi. Tita berharap agar para pelajar juga mau mempelajari budaya-budaya daerah dengan demikian nantinya warisan budaya tersebut akan terjaga sampai kapanpun.
“Dalang itu perlu untuk dibudayakan di negara kita sendiri ada beragam budaya yang harus terus kita jaga bersama”, terang remaja yang memiliki hobi membaca dan menulis.
Selain Tita ada pula Dimas Adiansyah, dalang cilik asal SDN Airlangga itu mencertikan ketertarikannya dengan seni pewayangan bermula ketika sang nenek mengenalkan bahasa dan budaya jawa.
“Dari situ kemudian saya belajar sedikit-sedikit tentang pewayangan terutama peran seorang dalang”.
Kasi Kesenian dan Pendidikan Olahraga Damaris Padmiasih menyampaikan, meskipun Surabaya sebagai salah satu kota modern di Indonesia namun tetap tidak melupakan pelestarian budaya lokal, hal tersebut ditunjukkan bahwa setiap tahun Pemkot Surabaya melalui Dispendik menggelar lomba-lomba semacam ini sekaligus dalam memperingati Hari Anak Nasional (HAN).
“Ini merupakan salah satu wujud implementasi dari pendidikan karakter, anak harus diajarkan pendidikan karakter sejak dini sehingga ketika mereka menjadi orang yang sukses memiliki budi pekerti yang luhur”, ungkap Damaris.
Sementara itu, Kepala SMPN 26 Akhmat Suharto mengungkapkan keberhasilan para siswa dalam melestarikan budaya pewayangan ini, tak lepas dari dukungan Pemkot Surabaya dalam memfasilitasi sekolah dengan peralatan-peralatan, seperti perangkat gamelan dan wayang-wayang itu sendiri.
“Kami sangat bersyukur dengan fasilitas tersebut sehingga anak-anak dapat berkarya dan diharapkan menjadi orang yang sukses”, pungkas Suharto. (Humas Dispendik Surabaya)