Mengawali hari kerja, selepas cuti bersama Idul Fitri 1 Syawal 1438 H, SMPN 23 langsung mengadakan kegiatan berupa workshop “Sinau Tentang Pendidikan Inklusif” bertempat di Ruang Pertemuan Lt.2, Senin pagi (3/7).
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan diri bagi semua guru dan tenaga kependidikan SMPN 23, hal ini berkait dengan telah ditunjuknya SMPN 23 Tahun Pelajaran 2017/2018 sebagai satu di antara Sekolah Inklusif oleh Dispendik Kota Surabaya.
Konsep pendidikan inklusif muncul dimaksudkan untuk memberi solusi adanya perlakuan diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat atau anak-anak yang berkebutuhan khusus. Payung hukum untuk pelaksanaan pendidikan tesebut yaitu UU RI Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak, Permendikbudnas Nomor 70/2009 tentang pendidikan inklusif, dan Pergub Jatim Nomor 6/2011 tentang pendidikan inklusif Provinsi Jatim.
Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Drs. Sujatno, M.Pd., Pengawas Jenjang SMP Dispendik Kota Surabaya, sebagai narasumber menuturkan bahwa ada 3 pilar Sekolah Inklusif yaitu : (1) Kebijakan sekolah tentang Tim Pengembang Sekolah Inklusif, dilengkapi dengan Surat Keputusan dari Kepala Sekolah, yaitu Koordinator Pendidikan Inklusi,Guru Reguler,GPK, Psikolog,Teraphis. (2). Budaya (culture) sekolah : Melaksanakan pembiasaan (simpati, empati, toleransi) yg dapat diterima dan dilakukan semua warga sekolah. (3). Praktik : Simpati, Empati, Peduli, Gotong royong, Tidak Diskriminasi (ramah lingkungan).
Masih menurut Sujatno, mantan Kepala Sekolah SMPN 29, yang telah berpengalaman mengelola Sekolah Inklusif, bahwa model pembelajaran pendidikan inklusif dapat dilaksanakan melalui Classroom, yaitu Pembelajaran reguler dalam satu kelas terdiri 2 siswa ABK. Grouping, yaitu Pembelajaran siswa ABK dengan jenis ketunaan yang sama. Individu, yaitu Program Pembelajaran Individu. (Humas Dispendik Surabaya)