Beberapa perwakilan pelajar Surabaya yang tergabung dalam Orpes (Organisasi Pelajar Surabaya) Sabtu (26/03) kemarin bertemu langsung dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Pertemuan yang dilakukan di Ruang Sidang Wali Kota terkait dengan pengumpulan 33.130 surat aspirasi untuk Presiden Jokowi.
Khusnul Prasetyo, selaku Ketua Organisasi Pelajar Surabaya (ORPES) menjelaskan aksi menulis 10.000 Surat Dari Pelajar Untuk Presiden ini merupakan keputusan bersama. ”Kami sudah mendiskusikannya dengan teman-teman perwakilan ORPES di setiap sekolah,” terang pelajar SMAN 4 Surabaya itu.
Pengumpulan surat sudah dilakukan selama satu minggu sejak kamis (17/3) lalu. ”Setiap OSIS memberitahu pada teman-temannya mengenai aksi ini serta batas pengumpulannya” jelas pelajar kelas XI-IPA 6 itu. Surat yang telah terkumpul akan diberikan kepada Wali Kota agar diteruskan ke Presiden.
Prasetyo menjelaskan tidak bermaksud untuk mengubah keputusan UU tersebut. Melainkan hanya ingin menyampaikan pendapat. ”Kami sudah berkomitmen bersama, ini merupakan langkah untuk menyampaikan pendapat dan keluhan kami,” ungkapnya. Tidak ada paksaan bagi pelajar untuk ikut serta dan menorehkan keluhan tersebut di atas kertas.
“Iya nanti biar anak-anak sendiri yang memberikan ke Bapak Presiden (Jokowi, red), biar diantar Diknas, kalau jadi hari senin sekalian saya juga mau ke Jakarta rapat dengan Kemenhub, nanti kalau jadwalnya tepat saya tak ikut mendampingi juga,” ujar Risma -panggilan akrab Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya-.
Menurutnya, pengelolaan SMA/SMKdi Surabaya sudang tergolong dengan sangat baik, apalagi kemarin saya pernah berbincang dengan Pak Anies Baswedan (Menteri Pendidikan, red) ). Kalau daerah atau kota yang pengelolaan sekolahnya sudah baik tidak perlu dipindah pengelolaannya,”paparnya.
Salah seorang siswa SMPN 6 Surabaya Aryo Seno Bagaskoro yang ikut aksi itu mengaku ingin turut bagian memperjuangkan hak siswa Kota Surabaya. ”Kebijakan tersebut jelas akan berpengaruh nantinya pada kami siswa SMP yang akan melanjutkan ke SMA/SMK,” terang pelajar kelas IX itu.
Seno menjelaskan kekhawatirannya saat nanti wewenang SMA/SMK diambil alih oleh provinsi program seperti konselor sebaya, ORPES, jalur kemitraan tak ada lagi. ”Kalau nanti program tersebut tak ada, jelas merugikan kami dan orang tua,” ungkapnya. Saat ini, di SMPN 6 sudah terkumpul sebanyak 600 dari total kurang lebih 1.000 siswa.
Sementara itu, menurut Didik Yani Ranu Prasetya salah seorang anggotan Dewan Pendidikan Surabaya menjelaskan ekpresi para pelajar Surabaya terkait dengan pengambilalihan kewenangan SMA/SMK melalui Undang-Undang 23/2014 dengan mengirimkan surat ke Presiden Jokowi merupakan merupakan hak partisipasi anak yang dilindungi Undang-Undang. Pasal 10 UUPA menyatakan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan diri sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 1 (1) UU ini menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Orang dewasa atau orangtua di sekitar anak wajib mendampingi anak agar mereka bisa mengekspresikan segala pikiran dan pendapatnya secara optimal.