“Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh bahasa standar dan nonstandar, ratusan bahasa daerah, dan ditambah beberapa bahasa asing, membutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan berbahasa.”, ungkap Andi Asmara, S.S., Peneliti BBJT, di hadapan seratus peserta lokakarya Peningkatan Kemahiran Berbahasa Indonesia bagi Pendidik Negeri/Swasta se-Kota Surabaya di Bromo Conference Room Hotel Sahid, Jumat (29/12/2017).
Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap yang beragam terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat bangga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap bahasa daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa Indonesia.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat PUEBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015. PUEBI ini menyempurnakan dan menggantikan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). EYD merupakan tata cara penulisan huruf, kata, dan kalimat sesuai dengan standardisasi yang telah disepakati dalam kaidah bahasa Indonesia. Ejaan sebagai pedoman berbahasa yang saat ini digunakan sebagai tolok ukur, tercipta tidak luput dari hasil kesepakatan bersama oleh seluruh komponen bangsa.
Dalam PUEBI pemakaian Huruf Abjad yang dipakai dalam bahasa Indonesia yang terdiri atas 26 huruf, yaitu: 21 huruf konsonan, dan 5 huruf vokal. Semua huruf dapat digunakan secara umum dalam kata, kecuali huruf q dan x. Keduanya khusus diperlukan untuk nama dan keperluan ilmu. Di dalam bahasa Indonesia terdapat pengombinasian dua huruf vokal yang disebut dengan huruf diftong. Pengucapan bunyi dilakukan secara luncur dan tingginya tidak sama. Dengan kata lain, huruf vokal pertama pelafalannya tinggi sedangkan huruf vokal kedua rendah. Huruf diftong dilambangkan dengan /ai, au, ei, dan oi/ sesuai dengan PUEBI.
Manfaat mempelajari PUEBI sejak dini sama halnya menghargai bahasa negara sendiri, sekaligus melestarikan bahasa persatuan. PUEBI menjadikan bagian tertib ilmu yang seharusnya dipatuhi agar bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa kebanggaan. Sudah seharusnya penggunaan PUEBI diindahkan dengan baik dan benar dalam surat-menyurat, karya tulis, pidato kenegaraan, naskah buku dan lain-lain.
“Tolok ukur sebagai pengguna bahasa Indonesia yang berbakti ialah bangga menggunakan bahasa persatuan di era globalisasi. Mendukung bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional karena peminatnya sampai sekarang terus bertambah, bahkan di beberapa universitas di luar negeri menjadikan bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib.”, pungkas Andi.
Pada kesempatan yang sama, Dr. M. Shoim Anwar, M.Pd., Dosen FBS Unipa Surabaya, memaparkan tentang Apresiasi Sastra dan Muatan Kurikulum. Pada Kurikulum yang bersifat tematik, karya sastra dipakai sebagai teks yang mengantarkan berbagai persoalan kehidupan. Sedangkan pada kurikulum yang berdasarkan bidang studi, karya sastra dapat ditampilkan sebagai bahan kajian bahasa dan sastra yang terkait dengan unsur instrinsik dan ekstrinsik serta bentuk dan isinya.
Shoim menuturkan, apresiasi prinsipnya adalah membaca. Bahkan, perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang pertama kali adalah Iqra’, atau perintah membaca. Dalam kaitan apresiasi sastra, tugas guru adalah bagaimana mengajak siswa menjadikan membaca sebagai kebiasaan. Dari kebiasaan membaca tersebut, diharapkan akan muncul keterampilan berbicara dan menulis bagi para siswa.
“Membaca karya sastra tak ubahnya seperti saat kita menjilati es krim, kita tak sempat berpikir macam-macam karena kenikmatannya. Dengan cara itulah kita termanipulasi ke alam imajinasi sastra sehingga tak berdaya dan tak sempat mempertanyakan keadaan nyata yang sesungguhnya.”, imbuh Shoim. (Humas Dispendik Surabaya)