Pemerintah Kota Surabaya memperingati Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-725 hari ini, Kamis, (31/05/2018). Acara yang berkonsep resepsi itu dihadiri oleh seluruh jajaran Pemkot Surabaya dan semua Forkopimda Kota Surabaya serta para veteran dan tamu undangan. Resepsi itu dibuka dengan pembacaan sejarah singkat Kota Surabaya oleh Ketua DPRD Surabaya.
Sepanjang acara resepsi, musik gamelan khas Suroboyoan selalu mengiringi setiap acara hingga akhir. Bahkan, ada pula paduan suara pelajar Surabaya yang membawakan lagu-lagu daerah khas Surabaya. Pada kesempatan itu, Wali Kota Risma juga memberikan 102 penghargaan kepada masyarakat dan para tokoh yang dinilai mendukung perkembangan Kota Surabaya.
Seusai pemberian penghargaan, giliran 725 penari cilik atau anak-anak menampilkan tari remo. Jumlah itu diambil dari Hari Jadi Kota Surabaya yang sudah memasuki usia ke 275. Dengan alunan musik remo, tiba-tiba ratusan anak kecil itu datang dari sisi timur dan sisi barat Balai Kota Surabaya. Mereka langsung menyedot perhatian warga Surabaya yang menonton upacara dan tamu undangan yang hadir.
Kemeriahan tak berhenti sampai disitu, sebab acara berikutnya adalah penampilan opera “Surabaya Ceria”. Saat itu, anak-anak berprestasi di Kota Surabaya tampil memakai baju sesuai keahlian atau bakatnya masing-masing. Selain itu, yang nampak mencolok adalah penampilan anak-anak yang memakai baju sesuai agamanya masing-masing. Mereka terlihat akrab dan bergandeng tangan, sehingga keberagaman sangat terasa dalam resepsi yang dikemas dengan sederhana itu.
Di awal sambutannya, Wali Kota Risma langsung mengungkapnya rasa duka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban musibah bom di Surabaya. Sebab, para korban itu tidak bisa menikmati dan memperingati Hari Jadi Kota Surabaya ke 725. “Hari ini, kita merayakan Hari Jadi Kota Surabaya ke–725 tahun dengan hati yang terluka, karena sebagian saudara kita tidak dapat bersama memperingati dengan rasa syukur yang sepatutnya dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu, sekali lagi disampaikan rasa duka cita yang mendalam kepada keluarga para korban,” kata Wali Kota Risma.
Menurut Wali Kota Risma, para pelaku serangan bom itu telah mencoba mengoyak semua hasil kinerja kolektif membangun kota dan bahkan sendi–sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka benar–benar sengaja merusak rasa aman dan nyaman Surabaya sebagai salah satu kota teraman di dunia. “Namun, kenyataan pahit ini harus kita hadapi dan bahkan harus menjadi cambuk untuk meneguhkan persatuan dan kesatuan segenap insan di Kota Surabaya. Kini saatnya kita berdiri dan bergandengan tangan seraya berteriak, Kita Bersaudara!!!,” tegasnya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu mengajak kepada seluruh masyarakat untuk lebih maju dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, ia juga ingi membuktikan kepada dunia bahwa kebersamaan di Surabaya bisa mewujudkan cita-cita pendiri bangsa. Sebab, Bangsa ini bukan bangsa yang lemah, yang menerima kemerdekaaan sebagai hadiah penjajah. Itu telah dibuktikan 725 tahun lalu dan 10 Nopember 1945, Surabaya telah berhasil mengusir Balatentara terkuat dunia.
“Inilah yang harus kita contoh, dengan satu tekad, gigih berjuang dan pantang menyerah tanpa mengenal perbedaan apapun, serta tidak pernah peduli akan keterbatasan atau halangan yang menghambat kemajuan,” kata dia.
Wali Kota Risma juga mengaku sangat bersyukur atas soliditas warga kota dengan segenap pemangku kepentingan Surabaya yang sungguh luar biasa. Makanya, dunia ekonomi dan bisnis di Kota Surabaya sudah bergerak dengan masif pasca musibah itu, demikian juga mobilitas dalam dan luar negeri serta implementasi dari investasi juga telah berjalan lancar tanpa hambatan berarti. “Saya pastikan kondisi Kota Surabaya saat ini sudah kembali pulih,” tegasnya.
Ia menambahkan, tantangan terbesar ke depan yang dihadapi dalam upaya membangun Surabaya yang hebat, yakni dibutuhkannya daya kreativitas tinggi yang ditunjang kerja keras pantang menyerah, serta mau belajar dari yang berbagai pengalaman untuk menggapai keberhasilan.
“Kita harus membudayakan disiplin dan toleransi. Dimulai dari diri sendiri, baik di rumah maupun sekolah serta di jalan raya. Jangan ada korban karena karena tak disiplin dan merasa benar sendiri,” kata dia.
Saat ini, warga Kota Surabaya mengemban misi bersejarah “mengalahkan” musuh bersama yang sesungguhnya, yaitu kemiskinan dan kebodohan dalam arti yang luas. Sebab, apabila itu kalah, maka kita akan mengalami “penjajahan” kembali, yakni hanya menjadi “Penonton” atau “Pelayan” atau bahkan akan mengalami “devide et impera atau adu domba” di kota sendiri.
“Kita dan para Pahlawan, tentu ingin Anak–Anak menjadi Pemenang, bukan penonton. Untuk itu, izinkan saya berbicara Tidak ada yang tidak bisa, asal kita mau atau tidak,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk mencegah adu domba dalam bentuk terorisme dan penyebaran paham radikal, Pemkot Surabaya meluncurkan aplikasi SIPANDU (Sistem Informasi Pantauan Penduduk) yang membutuhkan peran aktif dari semua lapisan masyarakat. Melalui aplikasi ini, maka diharapkan bisa mendeteksi dini hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di Kota Surabaya. (Humas Dispendik Surabaya)