Dalam rangka turut prihatin atas terjadinya gempa dan tsunami di Palu, Donggala dan sekitarnya, 1098 siswa, semua guru dan Staf Ketenagaan SMPN 23 Surabaya menggelar Salat Ghaib di Lapangan Tengah, Jumat pagi (05/10/2018). Bertingak sebagai imam salat, Ustdz Abdulloh Mas’ud, S.Ag., Guru PAI, dan Nasikin, S.Pd., M.M., Guru Matematika, yang memimpin istighosah setelah Salat Ghaib.
Gempa berkekuatan 7.4 SR mengguncang dengan episentrum dekat Kota Donggala Sulawesi Tengah, Jumat (28/9) petang. Gempa turut dirasakan hingga ke Kota Palu dan Mamuju. Sesaat setelah gempa besar merontokkan bangunan, gelombang tsunami datang, menyapu kawasan Kota Palu hingga ratusan meter. Selain menghancurkan Kota Donggala, guncangan gempa yang besar juga membuat bencana tsunami menimpa Kota Palu. Ketinggian gelombang air di Pantai Palu berkisar antara 1,5 hingga 3 meter dan menerjang bangunan di pesisir.
Sebelum salat dimulai, Mas’ud mengingatkan bahwa sebuah bencana merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT, dalam waktu sekejap bencana yang menimpa, seperti gempa, tsunami, banjir, badai, gunung meletus, dan lain-lain menghancurkan berbagai tempat di belahan muka bumi ini. Ratusan bahkan ribuan jiwa melayang, baik manusia maupun hewan yang berada di daratan dan lautan. Maka, penting kita selalu berdoa dan mendoakan untuk keselamatan bersama.
Lanjutnya, agama mengajarkan manusia untuk bersabar menghadapi segala musibah tersebut. Selain bersabar, hendaknya memandang bencana alam sebagai pelajaran, peringatan, bukan sekadar fenomena alam biasa. Sementara, umat yang tidak terkena bencana jangan merasa aman. Acap kali seseorang merasa aman dari suatu musibah atau bencana karena merasa bahwa dirinya berada di radius aman. Kita dapat ambil pelajaran kisah Kanán, putra Nabi Nuh, yang merasa aman di gunung ternyata tetap terseret banjir yang dahsyat,” imbuh alumnus Pondok Gontor.
“Musibah dan bencana merupakan ketetapan Allah sehingga harus dihadapi dengan pasrah dan tawakal. Semua pihak untuk muhasabah atau mawas diri, tidak mengeluarkan pernyataan yang tidak produktif, tidak dikaitkan dengan hal-hal di luar konteksnya,” pungkasnya. (Humas Dispendik Surabaya)