Proses pembuatan busana tidak pernah lepas dari persoalan limbah kain. Limbah kain dianggap mengganggu karena jumlahnya yang banyak. Namun tidak sedikit yang memanfaatkan limbah kain untuk kerajinan tangan. Dengan melalui konsep Zero Waste Pattern Cutting (Pemotongan Pola Zero Waste) dapat dijelaskan sebagai busana yang dalam proses produksinya menghasilkan sedikit atau bahkan ‘nol’ sampah tekstil.
Pagi tadi, Kamis (22/03/2018) bertempat di gedung Wanita Surabaya, Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Dispendik) menggelar workshop menjahit “Zero Waste Pattern Cutting” kepada 120 Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) sub rumpun menjahit.
Kepala Bidang PAUD, Penmas, Kesenian, dan Olahraga Siti Asiyah Agustini menerangkan LKP dengan sub rumpun menjahit merupakan lembaga kursus yang mempelajari mengenai teknik membuat busana dan lenan rumah tangga mulai dari mendesain, menjahit, hingga melakukan penyelesaian.
“Keterampilan menjahit dapat menjadi bekal keterampilan untuk bekerja ataupun membuka usaha”, ujar Asiyah.
Sementara itu, Aryani Widagdo seorang fashion educationist menyampaikan konsep Zero Waste merupakan sebuah pola pikir baru di dunia fashion, menurutnya saat ini seluruh dunia sekarang lagi conncern terhadap lingkungan hidup.
“Saat ini 400 milyar meter persegi kain diproduksi dunia setiap tahun, dan 15 persennya berupa limbah”, terang Aryani.
Ia berujar bahwa norma fashionn dunia masa depan mengacu pada tiga hal, pertama look good, do good, dan feel good. Selanjutnya, secara garis besar, Zero Waste Fashion terbagi menjadi dua pendekatan yaitu Pre-Consumer Zero Waste Fashion dan Post- Consumer Zero Waste.
Pola Zero Waste memiliki kampuh yang diperhitungkan dalam desain, untuk memastikan tidak ada limbah. Jenis kain yang digunakan akan mempengaruhi tata letak atau lay out pola. (Humas Dispendik Surabaya)