Keberhasilan Surabaya dalam menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 100 persen menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi daerah lain untuk mengkaji serta mempelajari mulai dari persiapan sampai dengan pelaksanaan UNBK.
Tadi siang, (22/07) Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Dispendik) menerima kunjungan dari Dinas Pendidikan Kota Ternate. Rombongan yang berjumlah enam orang tersebut diterima langsung oleh Sekretaris Dispendik Drs. Aston Tambunan, M. Si didampingi Kasubag Umum dan Kepegawaian Retnowati, S. Sos, Kasubag Keuangan Nyono, SH, Kepala SMPN 39 Edi Prasetijo serta Kasi Kesiswaan Dikdas Tri Aji Nugroho di runga Kartini kantor Dispendik.
Sekretaris Disdik Ternate Drs. Haris Wattiheluw mengemukakan, meskipun tidak 100 persen UNBK namun kota Ternate ingin menyelenggarakan UNBK 100 persen pada tahun depan. Menurutnya, dengan menggunakan UNBK siswa merasa nyaman mengerjakan ujian serta menghindari praktik-pratik kecurangan ujian.
“Selain mempelajari UNBK, kami juga ingin mempelajari pengelolaan keuangan sekolah terutama dalam pelaporan keuangan BOSDA”.
Pada kesempatan ini, Tri Aji menjelaskan, untuk memfasilitasi sekolah yang betul-betul tidak mendapatkan sekolah penggabung, Dispendik akan menyiapkan sebuah Testing Center. SetiapTesting Center akan disediakan 200 komputer per wilayah.
Namun, sebelum sekolah tersebut mendaftarkan diri keTesting Center ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni pertama priorotas sekolah terlebih dahulu menyiapkan kebutuhannya sendiri, seperti memiliki komputer yang sesuai dengan juknis yang ditentukan kemudian melakukan pengecekan spesifikasinya. Komputer juga bisa dipinjam dari siswa.
Kedua, menjalin koordinasi yang baik dengan yayasan ataupun lembaga bagi sekolah swasta untuk menyiapkan pelaksanaan UN-CBT. Ketiga, dapat bergabung dengan sekolah-sekolah lain yang telah memiliki fasilitas memadai dalam pelaksanaan UN-CBT nantinya. Dan yang keempat, baru jika tidak memperoleh sekolah penggabung dan Dispendik telah mencarikan dengan sekolah terdekat juga masih belum terfasilitasi, baru nantinya akan difasilitasi melalui Testing Center.
Sementara itu, Aston berujar dalam melalukan pengelolaan keuangan sekolah Dispendik telah menggunakan Sistema Informasi Pengelolaan Sekolah (SIPKS) berbasis online. Perancangan RAPBS sekolah-sekolah sudah menggunakan sistem online tersebut, dimadidalamnya mulai pengajuan anggaran, penentuan standard harga sudah tercantum dalam sistem tersebut. Setelah itu, jika ada revisi maka tim penyelia dispendik akan melakukan terhadap rencana penggunaan anggaran sekolah tersebut.
Aston menambahkan, melalui sistem tersebut Dispendik dapat mengontrol perencanaan, penganggaran, pertanggungjawaban, sampai pada pelaporan baik pada pemerintah pusat (BOS) ataupun dengan pemerintah daerah (BOPDA).
Aston menambahkan, salah satu program pendidikan di surabaya yang telah berhasil dikembangkan yakni pendidikan gratis di semua jenjang mulai dari tingkat SD hingga SMA. Pembiayaan pendidikan di Surabaya telah di-cover melalui anggaran pendidikan yang mencapai hampir 31 % dari APBD kota Surabaya.
“Selain BOS dari pusat Surabaya juga memiliki BOPDA untuk kegiatan operasional sekolah”.
Bantuan pendidikan tersebut diwujudkan melalui pemberian BOPDA serta penyediaan sarana dan prasarana kebutuhan siswa yang memadai. Selain itu, peningkatan mutu guru juga menjadi perhatian tersendiri dari Pemkot Surabaya, mulai dari berbagai pelatihan, pengiriman guru ke luar negeri, beasiswa, hingga tunjangan kinerja telah menjadi salah satu program peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di Surabaya.
“Besaran BOPDA yang diberikan, yakni untuk siswa SD sebesar Rp. 29.000,-/siswa/bulan, siswa SMP Rp. 80.426-/siswa/bulan, dan siswa SMA/SMK sebesar Rp. 152.000/siswa/bulan”. (Humas Dispendik Surabaya)