SDN Wonokusumo IV/43 Semampir menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memperingati Hari Batik Nasional (HBN) tahun 2019 yang jatuh pada Rabu (2/10/2019). Kegiatan diselenggarakan di halaman sekolah dan melibatkan seluruh siswa, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kepala SDN Wonokusumo IV Drs. Rudy Sugeng Prayitno mengatakan, peringatan Hari Batik Nasional diawali dengan ceramah tentang sejarah diresmikannya Hari Batik Nasional. Terutama, perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia tentang Batik.
“Batik merupakan budaya asli Indonesia dan telah disahkan oleh Badan PBB-Unesco tanggal 2 Oktober 2009. Dengan Kepres No. 33 tahun 2009, Presiden menetapkan sebagai Hari Batik Nasional dan bukan merupakan hari libur nasional,” ujarnya.
Dia mengatakan, siswa juga diajak membatik dengan teknik canting/tulis dan batik GULIJAT. Sebelumnya, kedua teknik batik tersebut telah diadakan pelatihan oleh Dispendik Surabaya. Selanjutnya diadakan Pameran HBN 2019.
Pameran dipadukan menjadi dua jenis. Pertama untuk siswa inklusi (ABK) dengan memamerkan batik tempel perca pada tas untuk mengurangi sampah plastik. Hasilnya dipajang di halaman sekolah. Bersebelahan dengan pameran batik ABK adalah batik canting/tulis yang telah dibuat siswa selama beberapa periode. Hasilnya dipadukan dengan pigora kerang.
“Saya merasa senang melihat pola hewan dan bola yang dibentuk dari kain perca batik,” kata Zulfikar Rahmadan, salah satu siswa ABK/Inklusi.
Di tempat terpisah, dalam rangka Hari Batik Nasional 2 Oktober 2019, SDN Putat Gede I/94 mengadakan membatik masal dengan teknik gulijat yang diikuti oleh siswa kelas IV s/d VI. Teknik Gulijat termasuk celup ikat untuk membuat motif pada kain dengan cara mengikat sebagian kain, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna. Setelah diangkat dari larutan pewarna dan ikatan dibuka bagian yang diikat tidak terkena warna.
Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok dengan anggota 6-7 orang. Setiap kelompok memulai dengan mengikat, menggulung dan menjepit kain dengan desain menurut selera masing masing. Kain yang sudah digulung dan dijepeit selanjutnya dicelup kedalam pewarna selanjutnya dijemur sampai kering.
Hal yang sama dilakukan siswa-siswi SD Al Ikhlas dan SMP PGRI 6 Surabaya. Siswa diminta membawa kain dari rumah kemudian tinggal membatik di sekolah dengan didampingi guru prakarya dan guru seni budaya dan keterampilan.
Menurut Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Banu Atmoko, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengenalkan kreativitas budaya daerah melalui membatik. Diharapkan anak didik baik SMP PGRI 6 Surabaya maupun SD AL-IKHLAS Surabaya lebih mencintai produk dalam negeri. “Apalagi, Batik sudah diakui dunia (UNESCO). Itu merupakan suatu ke banggaan,” pungkasnya. (Humas Dispendik Surabaya)