Suara rancak musik saron, bonang, seruling dan gambang serta hentakan kaki yang menimbulkan bunyi cring-cring serempak mengubah suasana Pantai Kenjeran Lama dari suasana sebelumnya, pada Minggu pagi (9/2). Berbeda dengan kebiasaannya, selama ini Final Pentas Seni dan Pendidikan Karakter Se-Kota Surabaya yang diselenggarakan oleh Dispendik Kota Surabaya selalu dilaksanakan di Taman Remaja Surabaya, namun pelaksanaan final kali ini diadakan di Panggung Seni di atas Pantai Kenjeran Lama.
Sebagaimana yang diungkapkan Drs. Dakah Wahyudi, M.Pd., Kabid.PLS, Olah Raga dan Seni Dispendik Kota Surabaya, bahwa hal ini dalam rangka memberikan pemerataan layanan hiburan kepada masyarkat, di samping tujuan utama penyelenggaran lomba adalah mengangkat kearifan lokal, menciptakan rasa bangga para pelajar terhadap kesenian, khususnya Tari Remo. “Tidak hanya di sini, bahkan di Kebun Binatang Surabaya pun dipakai sebagai ajang final lomba yang lain juga.”, tambah Dakah.
Menurut sejarahnya, Tari Remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki-laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan Tari Remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Tari Remo pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan Ludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain, yaitu Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan. Hal ini dilakukan untuk menjaga khasanah kekayaan budaya Jawa Timur.
Maka kemudian berkembanglah Tari Remo putri yang penarinya memakai sanggul lengkap dengan satu selendang yang disampirkan di bahu, sedangkan penari Remo pria menggunakan busana khas Surabaya dan Jombang. Keindahan Tari Remo adalah karakteristik dalam membuat gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Pagelaran Tari Remo umumnya diiringi dengan alat musik saron, bonang, seruling dan gambang. Tari Remo sekarang bahkan berkembang menjadi tari penyambutan tamu negara seperti Tari Yosakoi di Jepang.
“Alhamdulillah, berkat latihan yang keras dari pelatih dan keseriusan teman-teman tim Tari Remo kami berhasil, walaupun baru memperoleh Juara Harapan.”, ujar Dina Ulinnuha, Kelas VIII-A, anggota tim Tari Remo dari SMPN 23 Surabaya.
Final Lomba Tari Remo yang diikuti 32 peserta itu menetapkan 3 Juara dan 7 Juara Harapan Non Ranking. Keluar sebagai Juara I, II, dan III adalah tim Tari Remo dari SMPN 12, SMPN 4 dan SMPN 25. (Humas Dispendik Surabaya)