Mulai 2017 pengelolaan SMA/SMK akan diambil alih oleh pemerintah Provinsi sesuai dengan Undang-undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengalihan kewenangan ini termasuk penggajian guru, pengangkatan kepala sekolah, pengadaan sarana prasarana, mutasi guru dan lainnya. Tak ayal rencana ini menimbulkan kegelisahan para orangtua wali murid yang selama ini telah mendapatkan berbagai fasilitas pelayanan dari pemerintah Kota Surabaya seperti bebas uang sekolah, kesempatan siswa mengembangkan diri baik di bidang akademik maupun non akademik, pendidikan inklusif, bantuan bagi keluarga miskin dan penanganan komprehensif bagi siswa bermasalah.
Senin, 07 Maret 2017, melalui kuasa hukum yang telah ditunjuk, mereka mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan ke Mahkamah Konstitusi. Melalui gugatan ini, para orangtua berharap Mahkamah Konstitusi tetap menyerahkan pengelolaan SMA/SMK pada pemerintah Kota Surabaya.
Menurut Edward Dewaruci, S.H, M.H, kuasa hukum para orangtua wali murid, “bahwa Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) tentang pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan UU No. 23 Tahun 2014 (UU PEMDA) memberikan kerugian konstitusional bagi para pemohon”.
Kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh pasal a quo berupa potensi kehilangan jaminan bagi warga negara yang tidak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana dijamin pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) serta pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD 1945. Lebih lanjut, dengan berlakunya Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) UU Pemda akan terjadi beralihnya kewenangan pengelolaan pendidikan tingkat menengah,khusus kepada pemerintah daerah provinsi, hal ini akan menghilangkan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara mandiri telah dan mampu melaksanakan pengelolaan pendidikan tingkat menengah yang diterapkan di daerahnya.
Kerugian potensial yang akan diterima oleh Para Pemohon setelah berlakunya ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) UU Pemda, adalah hilangnya keuntungan konstitusional dalam jaminan pelayanan pendidikan yang telah diterima Para Pemohon sebelumnya. (Humas Dispendik Surabaya)