Kegiatan Outing class merupakan media yang efektif dan efsien dalam menyampaikan ilmu pengetahuan. Pembelajaran bukan dari teori saja tetapi juga kebenaran dan bukti nyata di lapangan. Tujuan diadakan Outing Class adalah mendekatkan siswa dengan lingkungan, mempermudah pemahaman materi dengan melihat realita sesungguhnya. Outing Class merupakan satu di antara proses pembelajaran yang inovatif, nyata, dan relevan dengan tuntutan zaman. Pembelajaran yang diawali dengan kajian teoritis hingga pada akhirnya disajikan pada kenyataan.
Di samping sebagai proses pembelajaran, kegiatan outing class tersebut menjadi sarana dan suasana rekreatif yang menyenangkan. Dengan latar belakang di atas, SMPN 23 mengadakan kegiatan berupa kunjungan ke Ekowisata Mangrove Wonorejo, Super Depo Sutorejo, dan Rumah Kompos Kebun Bibit Wonorejo bagi 355 siswa Kelas VII, pada hari Rabu (3/2), dan bagi 354 siswa Kelas VIII, pada hari Kamis (04/02).
Kegiatan jadwal pertama berkunjung di Ekowisata Mangrove, mereka diperkenalkan tentang ekosistem mangrove di Indonesia, dan khususnya mangrove di Wonorejo oleh pengelola. Kegiatan berlanjut dengan perjalanan berlumpur, melintas pepohonan dan pematang pertambakan sejauh 1,5 km menuju area penanaman mangrove. Di lahan tersebut setiap siswa harus menanam satu mangrove. Mereka terlihat antusias sekali saat menanam mangrove walaupun kondisi lahan berlumpur.
Siti Halimah, Urusan Kesiswaan SMPN 23, menuturkan bahwa dengan turut serta secara langsung, diharapkan para siswa memiliki kesadaran untuk berpartisipasi bahwa pengelolaan mangrove berkelanjutan sangat penting untuk menjaga sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Sebab mangrove berfungsi melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, meredam gelombang besar termasuk Tsunami, imbuhnya.
Jadwal kedua para siswa melihat dari dekat bagaimana proses pengolahan sampah di Super Depo Sutorejo. Bau busuk menyengat hidung tidak sampai menyurutkan niat mereka untuk mengetahui proses pemilahan sampah organik dan sampah anorganik. Beberapa petugas tampak memisahkan berbagai jenis sampah dari conveyer yang berjalan di depannya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah anorganik yang terkumpul kemudian masuk mesin pres dan siap untuk didaur ulang, atau dikirim ke TPA untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang. Sedangkan sampah organik menuju mesin pres, kemudian dikirim ke rumah kompos untuk diproses menjadi pupuk organik.
Sedangkan jadwal ketiga, para siswa mengunjungi Rumah Kompos di area Kebun Bibit Wonorejo.
Di tempat ini mereka melihat dari dekat bagaimana proses kompos dibuat menjadi pupuk organik. Mereka wajib menjawab LKS. Upaya Pemerintah Kota Surabaya bebas sampah terus dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kota Kitakyushu – Jepang, yaitu berupa mendapat hibah alat pemilah sampah yang ditempatkan di Super Depo Sutorejo, dan Rumah Kompos Wonorejo.
Dengan berkunjung ke kedua tempat pengolahan sampah tersebut, para siswa diharapkan tumbuh sikap antusias untuk mengelola sampah secara mandiri, termasuk air limbah, dengan melaksanakan program 3R (Reduce – Reuse – Recycle), dan mampu mengubah mindset mereka bahwa sampah bukanlah untuk dibuang karena memiliki nilai jual tersendiri apabila dikelola lebih lanjut.
Shiho Takehisa, gadis dari Negeri Sakura, sebagai Supervisor Beetle Recycle Deposit Saff di Surabaya yang fasih berbahasa Indonesia, menuturkan di hadapan para siswa bahwa untuk membuang sampah rumah tangga di Jepang itu ada jadwal untuk setiap jenis sampah. Misalnya, hari Senin untuk sampah organik, Selasa untuk sampah plastik, Rabu untuk sampah botol, Kamis sampah organik, Jumat sampah jenis logam, Sabtu sampah plastik, dan Minggu jenis botol. Dengan sistem ini petugas pengelola sampah tidak menemui kesulitan, tambah Shiho.
“Di Surabaya masih berbeda, masyarakat di sini membuang sampah masih belum memilah sampah itu sesuai dengan jenisnya. Hal ini yang menjadikan problem tersendiri bagi Kota Surabaya. Melalui kesadaran para siswa seperti ini merupakan langkah awal yang baik. Siswa mampu berkampanye di keluarganya, atau di lingkungan tempat tinggalnya tentang mengelola sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat.”, pungkas Shiho. (Humas Dispendik Surabaya)