Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhammad Hasan Chabibie meresmikan Pusat Sumber Belajar (PSB) berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SMPN 17 Kota Surabaya, Kamis (18/03/2021). Peresmian disaksikan langsung Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo.
Kepala Dispendik Kota Surabaya Supomo menyatakan, saat ini peran guru sedikit banyak telah diambil alih Google. Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa diambil, yaitu kasih sayang kepada murid serta perhatian dan kepedulian. “Mari kita bersama perkuat di situ, karena Google tidak bisa memberikan kasih sayang dan perhatian,” katanya.
Di samping itu, lanjut mantan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya ini, guru juga harus inovatif dan dinamis dalam mengajar. Jangan sampai, ilmu pengetahuan yang saat ini terus bergerak dinamis, namun cara guru mengajar tetap tidak berubah. “Harus cari inovasi bagaimana membuat murid yang dulunya tidak senang dengan mata pelajaran tertentu, bisa menjadi senang. Membuat pelajaran yang sulit menjadi mudah buat anak-anak,” terangnya.
Supomo pun berharap, Pusdatin Kemendikbud memberikan perhatian kepada sekolah-sekolah swasta. Dengan demikian, murid-murid dapat bersaing. Apalagi, tantangan di masa depan semakin luas. “Setelah Kepala Pusdatin Kemendikbud datang ke SMPN 17, semoga sekolah ini ke depannya semakin maju,” tegasnya.
Kepala Pusdatin Kemendikbud Muhammad Hasan Chabibie mengungkapkan, Pusat Sumber Belajar merupakan bantuan peralatan untuk mendukung kinerja Duta Rumah Belajar. Bantuan ini sebagai pendorong kreativitas para guru. Sebab, di masa pandemi seperti ini, guru yang merasa nyaman mengajar di papan tulis dengan tatap muka harus beradaptasi dengan tatap maya. “Saya yakin para guru, terutama yang di Kota Surabaya, dapat melewati masa kritis ini,” ujarnya.
Peran guru, lanjut Hasan, sangat vital. Dia mencontohkan bagaimana kondisi Negara Jepang setelah Kota Nagasaki dan Hiroshima dijatuhi bom atom. Setelah peristiwa itu, Kaisar Jepang tidak menanyakan berapa kerugian materi atau jumlah tentara yang ada, justru bertanya berapa jumlah guru yang masih tersedia. “Kondisi sekarang menantang para guru untuk terus berinovasi dan kreatif,” pungkasnya. (Humas Dispendik Surabaya)