Kemajuan Surabaya dalam mengembangkan budaya keliterasian menarik perhatian Kemdikbud dalam mengembangkan arah dan kebijakan program wajib membaca 15 menit yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu.
Tadi pagi (25/11) bertempat di Swiss Bellin Hotel Dirjen Dikdasmen Kemdikbud adakan kegiatan semiloka literasi sekolah bersama para praktisi keliterasian dan beberapa daerah lainnya serta sekolah-sekolah di Surabaya yang telah mengembangkan program keliterasian dengan baik.
Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota (Dispendik) Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM yang menjadi salah satu narasumber pada kesempatan ini menyampaikan, terobosan pertama dilakukan pada tahun 2012, kami meliburkan sekolah pada hari libur bersama atau yang lebih dikenal dengan hari libur “Kejepit”. Kalender umum, tidak sama dengan kalender pendidikan. Pada hari libur “Kejepit” orang tua tidak bekerja namun anak-anaknya masih harus bersekolah. Kemudian, kami mengambil kebijakan untuk meliburkan para siswa sehingga pada hari libur tersebut anak-anak bisa belajar karakter bersama keluarganya, mereka akan berkumpul dan memanfaatkan waktu yang berkualitas sehingga meningkatkan ketahanan keluarga.
Pengalaman berharga selama masa libur sekolah bersama keluarga dituangkan para siswa ke dalam bentuk cerita pendek (cerpen) kemudian dilombakan antar siswa, antar sekolah sampai pada tingkat kota. Tiga puluh karya cerpen terbaik dari masing-masing jenjang SD, SMP, SMA hingga SMK kemudian dibukukan dan dibagikan ke sekolah-sekolah.
Setelah program menulis cerpen berjalan tiga tahun, pengembangan selanjutnya dicanangkan Kurikulum Wajib Baca. Kurikulum Wajib Baca 15 Menit ini merupakan awal dari rangkaian program ‘Surabaya Kota Literasi’ yang dicanangkan oleh Wali Kota pada Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan minat baca dan menumbuhkan budaya baca anak-anak Surabaya. Deklarasi penting ini kemudian ditindaklanjuti dengan sosialisasi program ‘Surabaya Kota Literasi’ oleh Dinas Pendidikan Surabaya di hadapan seluruh kepala sekolah SD, SMP, dan SMA/SMK se-Surabaya pada 16-18 September 2014.
Salah satu program lain yang kami lakukan untuk mendukung tumbuhnya budaya baca siswa adalah program “Tantangan Membaca Surabaya 2015”. Tantangan membaca (Reading Challenge) adalah sebuah upaya untuk mendorong siswa sekolah untuk membaca buku sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tantangan membaca sebenarnya adalah sebuah upaya untuk mengajak siswa untuk mencintai kegiatan membaca. Ini adalah sebuah upaya untuk menginspirasi siswa untuk menyukai kegiatan membaca agar membaca menjadi kegiatan yang akan terus dilakukannya sampai akhir hayatnya.
Dan, pada tahun 2015 dibuat sebuah gerakan berupa tantangan membaca bagi siswa Surabaya. Tantangan membaca Surabaya 2015 ditujukan bagi siswa semua jenjang dengan ketentuan yakni, untuk siswa SD/MI membaca 20 – 30 buku, SMP/MTs 15 buku dan SMA/SMK/MA 10 buku. Dengan adanya program ini maka mau tidak mau setiap sekolah harus menyediakan buku-buku yang nantinya akan direkomendasikan kepada siswanya untuk dibaca. Ada pun target minimal yang hendak dicapai oleh program Tantangan Membaca Surabaya 2015 ini dalam jumlah sekolah adalah sebanyak 400 (empat ratus) sekolah. Diharapkan minimal ada 100.000 (seratus ribu) siswa yang akan mengikutinya dan target jumlah buku yang akan dibaca oleh siswa sebanyak 1.000.000 (sejuta) buku. Berdasarkan pantauan kami di lapangan ternyata program ini cukup diminati oleh siswa dan mereka termotivasi untuk membaca baik di sekolah mau pun di rumah.
“Sampai awal November jumlah buku yang telah dibaca siswa mencapai 844.412 buku”.
Sementara itu, Achmad Rizali staf khusus Kemdikbud berharap agar sekolah sebagai sentral pembinaan dimana nantinya sebagai kajian penelitian terhadap sinkronisasi rumusan kebijakan budaya literasi di Indonesia. (Humas Dispendik Surabaya)