Menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan sekolah dengan cara manual bukanlah hal mudah. Apalagi keuangan sekolah tersebut bersumber dari APBN dan APBD. Dengan jumlah sekolah mencapai ribuan seperti di Kota Surabaya, tentu membutuhkan waktu berbulan-bulan dan kurang efisien.
Ia melanjutkan untuk mempermudah perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan sekolah, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dispendik membuat aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Sekolah (SIPKS) sejak tahun 2012.
“Sebelum menggunakan SIPKS dalam menyusun anggaran saya melihat sekolahnya banyak dan akan merepotkan. SD negeri saja saat itu 653 sekolah, swasta 400 lebih, belum yang SMP, SMA/SMK negeri swasta. Ribuan sekolah dan repot sudah,” katanya saat berbagi pengalaman di acara Rapat Koordinasi dan Evaluasi Dana Transfer Daerah tahun 2018, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Selasa (14/08/2018).
Menurut Ikhsan, penyusunan laporan sekolah secara manual saat itu dipastikan telat, anggaran dibuat lama, dan tidak terstandar. Bahkan, ketika pelaporan, banyak temuan. “Kemudian kami susun SIPKS yang bisa digunakan mulai dari perencanaan sampai dengan laporan pelaksanaan,” ungkapnya.
SIPKS, lanjut Ikhsan, disertai dengan standar satuan harga (SSH). SSH dibuat melalui survei pasar terlebih dahulu terhadap barang-barang yang dibutuhkan sekolah. Hasil survei kemudian dikunci. Jadi, kalau ada sekolah yang membeli kursi, harga serta barangnya sudah sesuai standar dan bentuknya sama.
“Dengan SIPKS ini, kami mempermudah pengelolaan keuangannya, akuntabilitasnya, juga transparannya bisa terlihat. Saat proses berjalan, disiapkan laporan bulanan. Dari situ akan kelihatan mana yang jalan dan mana yang belum,” tutur mantan Kepala Bapemas dan KB Kota Surabaya ini.
Ikhsan mengungkapkan, di dalam penyusunan anggaran sekolah, disesuaikan dengan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) atau Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). EDS ini mengacu pada 8 standar mutu pendidikan. “Kalau sekolah itu bagus penilaian EDS-nya bisa bulat,” jelasnya.
Ikhsan mencontohkan, bila kondisi EDS belum optimal dari sisi standar kompetensi lulusan, maka dalam penyusunan anggaran untuk tahun depan diprioritaskan meningkatkan standar kompetensi lulusan. “Di SIPKS sudah kami beri pilihan-pilihan apa yang harus dilakukan sekolah untuk meningkatan standar kompetensi lulusan. Jadi, tiap tahun biar jelas target sekolah dalam menyusun anggaran,” katanya.
Dengan SIPKS, kata Ikhsan, penyusunan anggaran sekolah yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Dengan catatan, sekolah telah memiliki konsep yang jelas. “Dulu kalau manual, tiga bulan menyusun anggaran tidak selesai-selesai. Sekarang 30 menit selesai asal sekolah memiliki konsep jelas,” tandasnya. (Humas Dispendik Surabaya)