Siapa bilang seorang guru tidak bisa kreatif dalam hal berkarya. Tidak terkungkung dalam comfort zone dalam menjalankan rutinitas harian dengan mengajar saja. Seorang guru juga diharuskan mengasah kemampuan dan kreatifitasnya. Aspek-aspek lain dalam menunjang kualitas pengajaran di kelas juga perlu dilakukan.
Rabu (25/10) kemarin, sebanyak 50 guru SD negeri dan swasta di Kota Surabaya tampak serius mengikuti pelatihan pengembangan industri kreatif. Tangan mereka tampak penuh lem untuk merekatkan enceng gondok dalam sebuah kotak berbentuk persegi panjang. Ya, mereka diajari membuat tempat tisu dari bahan baku enceng gondok yang sudah dikeringkan di ruang aula SMPN 13 Surabaya.
Supardi, pelatih industri kreatif mengaku tidak ada kesulitan berarti saat mengajarkan para guru tersebut. Sebab, anyaman dari bahan baku enceng gondok dinilai paling mudah untuk menjadikan karya kerajinan tangan. Mulai dari tas, sepatu, sandal, vas bunga, dan juga tempat tisu dari enceng gondok bisa dihasilkan dari tangan-tangan kreatif.
“Meski para guru ini rata-rata baru kali pertama mengikuti, mereka relatif langsung bisa. Hanya perlu pengarahan agar hasilnya lebih sempurna,” kata Supardi saat ditemui Bhirawa di sela pelatihan.
Menurut dia, dengan pelatihan ini para guru bisa mengajarkan kepada siswa-siswi selama proses belajar mengajar di kelas. Sebab, kreativitas seorang anak harus dimunculkan sejak dini agar bisa terus berinovasi.
“Karena dengan mengajarkan membuat kerajinan dari bahan baku enceng gondok itu bisa melatih motorik siswa. Apalagi di Surabaya sendiri tengah mengedepankan industri – industri kreatif. Khususnya mulai dari usia dini,” jelasnya.
Supardi menjelaskan, kegiatan pelatihan ini dilakukan bertahap selama tiga pekan kedepan. Dimana, setiap harinya melatih 50 guru dalam pengembangan industri kreatif jenjang sekolah dasar. Total keseluruhan peserta mencapai 410 guru. Selain mengajarkan dalam membuat tempat tisu, lanjut dia, juga diajarkan menyulam pita.
“Diharapkan usai mengikuti kegiatan ini, para guru lebih telaten dan bersabar dalam mendidik siswa. Karena selama pelatihan ini juga dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk bisa menghasilkan karyanya bernilai tinggi,” imbuhnya.
Sementara, pelatih industri kreatif lainnya, Wiwit Manfaati yang juga istri dari Supardi menjelaskan, bisnis kreatif kreatif enceng gondok diakuinya memang sulit. Namun, ditangan kreatif tanaman yang dinilai bisa merusak lingkungan ini bisa menjadikan pundi-pundi pemasukan dalam keluarga.
Wiwit sendiri merupakan generasi pertama Pahlawan Ekonomi di Kota Pahlawan. Dia juga merupakan salah satu inspirator sehingga Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terus mendengungkan pentingnya menghidupkan ekonomi keluarga. Hingga pada tahun 2010 lalu dibuatlah gerakan Pahlawan Ekonomi dengan beberapa lomba dan pameran skala nasional hingga internasional.
“Bahan baku yang berlimpah, Pasar nya pun masih terbuka lebar. Artinya, peluang usahanya juga seiring asalkan perajin terus berinovasi. Termasuk para guru-guru yang ada di Surabaya,” katanya. (Humas Dispendik Surabaya)