Tak salah jika Surabaya mendapatkan predikat sebagai kota layak anak. Berbagai upaya dalam memberikan perlindungan serta memfasilitasi kebutuhan anak dalam rangka membentuk para generasi emas bangsa berakhlak mulai terus dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Hal tersebutlah yang menarik perhatian dari Forum Anak Balikpapan (FAB) untuk melakukan kunjungan guna melihat berbagai kebijakan dan program Pemkot Surabaya dalam memberikan perlindungan serta memfasilitasi kebutuhan anak.
Kebijakan Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya yang responsif anak dalam bidang pendidikan seperti sekolah ramah anak, sekolah Adiwiyata, pemberian bantuan operasional sekolah (BOS), penyediaan 5 persen kuota sekolah bagi warga miskin serta pemberian bantuan seragam, buku dan alat tulis. Komitmen pemkot dalam memerangi angka putus sekolah tercermin dengan adanya monitoring di seluruh wilayah. Untuk memaksimalkan monitoring, wali kota menginstruksikan semua camat dan lurah untuk memantau keberadaan anak putus sekolah di masing-masing wilayah.
Tadi pagi (22/09) bertempat di ruang Kartini kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Forum Anak Surabaya (FAS) menerima kunjungan dari FAB. Kedatangan mereka disambut oleh Kasi Penmas Thussy Apriliyandari didampingi oleh anggota Dewan Pendidikan Surabaya Didik YRP.
Ketua FAB Anis Lutfiah mengemukakan dipilihnya Surabaya sebagai tempat untuk menimba ilmu karena berbagai program kegiatan anak dianggap mampu mengatasi sekaligus menyalurkan masalah anak kepada hal yang lebih positif sehingga anak terpacu meningkatkan prestasi di berbagai bidang.
Sebut saja kegiatan besar yang berhasil dilakukan Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes) seperti Kongres Pelajar Nusantara, tanam mangrove, pengembangan minat dan bakat siswa di taman-taman kota sampai pada pencegaha kasus traffingking melalui kegiatan konselor sebaya.
Ketua FAS Adjeng dari SMKN 5 menambahkan problematika permasalahan anak membutuhkan sebuah cara penanganan khusus yakni dengan melakukan pendekatan sosial. Pendekatan sosial dilakukan dengan menjadi konselor bagi temannya sendiri atau yang lebih dikenal dengan konselor sebaya.
Sementara itu, terkait program perlindungan anak Kepala Dispendik Surabaya Dr. Ikhsan menjelaskan problem anak yang mendapat perhatian serius dari Pemkot Surabaya adalah trafficking atau perdagangan manusia. Gaya hidup dan terpaan pengaruh negatif menjadi faktor pemicu terjadinya trafficking yang belakangan mulai merambah ke lingkungan sekolah. Tak ingin masalah tersebut bertambah pelik, pemkot melakukan berbagai upaya pencegahan.
Konsep penanganan kenakalan remaja dengan memberdayakan remaja sebaya. Jadi, para remaja itu sendiri yang nantinya menjadi tempat curhat teman-temanya yang mengalami masalah. Dengan demikian, pendekatan bisa lebih maksimal karena para pelajar umumnya tidak malu bila menceritakan masalahnya ke rekan sebayanya. Saat ini ada sekitar 16.000 konselor sebaya yang siap memberi solusi bagi rekannya yang bermasalah.
Tidak berhenti sampai di situ, bersama instansi terkait juga rajin merazia tempat-tempat hiburan malam. Operasi yustisi kepada anak-anak dilakukan sebagai pencegahan terjadinya tindak trafficking. Bahkan Wali Kota Tri Rismaharini kerap memimpin langsung razia anak-anak yang kedapatan berada di tempat yang tidak semestinya pada jam-jam malam. (Humas Dispendik Surabaya)