Siapa yang tak menduga kotoran sapi ternyata dapat diolah menjadi bahan yang memiliki nilai kebermanfaatan yang tinggi. Lewat tangan terampil tim peneliti belia asal SMP Islam Al Azhar 13, Muhammad Rizky Airlangga Djojonegoro dan Wan Muhammad Irfan mencoba inovasi yaitu kotoran sapi dijadikan alat peredam suara.
“Kami pernah baca jurnal peredam suara di Jepang pakai bambu yang kaya Selulosa. Sedangkan kotoran sapi yang selama ini hanya dipakai biogas atau kompos juga kaya selulosa”, tutur Rizky -panggilan Muhammad Rizky Airlangga Djojonegoro- ketika bertemu Kadispendik Surabaya Ikhsan tadi sore, Rabu (04/01) di kantor Dispendik.
Rizky memaparkan, ide pembuatan peredam suara dari kotoran sapi tersebut berawal dari penelitian yang dilakukan sejak Februari 2015. Waktu itu keduanya ingin membuat peredam suara dari bahan alami. Dari berbagai referensi, kami menemukan senyawa organik yang memiliki fungsi peredam suara adalah selulosa (serat, Red) pada tanaman hijau,’’ tutur siswa kelas IX-A tersebut.
Selulosa, tutur Rizky, terdapat di berbagai jenis tanaman hijau. Keduanya lantas memilih bonggol jagung, enceng gondok, dan ampas tebu. Kami juga menjajal bahan yang sedikit ekstrem. Yakni, kotoran sapi,’’ jelas penggemar olahraga basket tersebut. Empat bahan itu lantas mereka buat dengan tahap serupa.
Bahan dikeringkan, kemudian diblender. Bahan yang sudah dihaluskan itu direkatkan dengan lem PVC. Adonan yang sudah jadi lantas dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Setelah rampung, bahan tersebut kemudian diuji pada alat khusus untuk mengukur efektivitas pere- daman suara. Pengujian dilangsungkan di dua laboratorium berbeda. Yakni, Balai Riset dan Strandardisasi Surabaya serta Laboratorium ITS.
Dari situ, kemampuan daya serap bunyi dari kotoran sapi ditemukan lebih tinggi daripada bahan lainnya. Sekitar 21,19 desibel dengan frekuensi suara 8000 Hz. Ternyata kotoran sapi ini daya serapnya melebihi glass wool lho,’’ ungkapnya. Glass wool merupakan bahan yang umum digunakan sebagai bahan dasar peredam suara.
Untuk mengumpulkan kotoran sapi, keduanya punya pengalaman seru. Irfan menuturkan, mereka harus pergi ke peternakan sapi di Madura. Kotoran sapi mereka ambil sendiri dengan wadah yang disiapkan. Harus fresh dari asalnya. Jadi, kami harus bersiap di belakang sapi. Menunggu pup keluar,’’ tuturnya, lantas terkekeh.
Kotoran sapi yang dibutuhkan tidak boleh terkena tanah. Kotoran yang sudah jatuh ke tanah nggak bisa dipakai,’’ ungkap Irfan. Kalau orang awam, berurusan dengan kotoran sapi itu rasanya jijik dan bau. Namun, mereka enjoy saja. Nggak tuh ( nggak bau, Red),’’ lanjut Irfan. Kegigihan mereka pun terbayar.
Keduanya mendapat medali emas dalam ajang peneliti belia kategori fisika tingkat nasional di Jakarta pada 18-19 November lalu. Kemenangan tersebut membuat keduanya mendapat tiket mewakili Indonesia pada dua kompetisi Internasional. Yakni, ( dan Asia-Pacific Conference of Young Scientists ( pada 2017. Ini ajang yang kami impikan. Semoga kami bisa mendapatkan medali emas,’’ jelas siswa 14 tahun tersebut.
“Kami berharap lolos pada tahapan seleksi selanjutnya dan dapat berangkat ke Stuttgart untuk mengikuti lomba peneliti belia tingkat internasional. (Humas Dispendik Surabaya)