Pengelolaan Pendidikan, khususnya Pendidikan Non Formal dan Informal dalam hal ini adalah Pendidikan Masyarakat yang meliputi LKP dan PKBM, harus dititik beratkan kiprahnya untuk menciptakan pendidikan yang bermutu, baik dari segi konteks, masukan, proses, keluaran, dan dampaknya. Menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan dihadapi per Januari 2016 ini, diharapkan LKP dan PKBM mampu menjadi ujung tombak utama untuk menciptakan pendidikan bermutu sehingga mampu menghasilkan SDM yang unggul, baik dari aspek cipta, rasa, karsa, dan karyanya. Untuk itu diperlukan langkah besar untuk memperbaiki kondisi pendidikan tidak hanya di pendidikan formal tetapi juga Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) . Hal tersebut tidak dapat dilakukan secara tambal sulam, tetapi diperlukan perencanaan secara terprogram, berkesinambungan dan komprehensif yang disebut Grand Design Pendidikan Masyarakat (LKP dan PKBM) Kota Surabaya Tahun 2015-2020.
Grand Design ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya, dan diharapkan akan memandu semua pihak dalam menata sistem dan program kerja Pendidikan Masyarakat (LKP dan PKBM) Kota Surabaya yang membuat arah kebijakan pendidikan untuk mencapai visi dan misi yang diharapkan.
Tadi pagi (23/12) bertempat di gedung aula kantor Dispendik, PKBM dan LKP evaluasi kembali draft Grand Design Pendidikan Masyarakat yang sebelumnya telah dibuat. Evaluasi tersebut bertujuan untuk memberikan masukan terhadap draft yang telah disusun.
Kepala Dinas Pendidikan Kota (Dispendik) Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM mengemukakan Grand design ini merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan pendidikan yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu selama 10 (sepuluh) tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Pendidikan Non Formal dan Informal Tahun 2015–2025, yang disinergikan dengan Rencana Strategi (Renstra) Pemkot Surabaya.
Sementara itu, Kasi Penmas Thussy Apriliyandari berujar, Grand Design Pendidikan harus sesuai dengan kondisi demografis, geografis, geostrategis serta kultur sosial budaya Surabaya. Oleh karena itu penyusunan Grand Design itu harus memperhatikan aspirasi seluruh lapisan masyarakat kota Surabaya. Di samping itu, Grand Design Pendidikan Non Formal dan Informal juga harus merupakan terjemahan kebijakan nasional tentang kependidikan, visi, misi pengembangan pendidikan kota Surabaya dan searah dengan kebijakan umum pengembangan dan pembangunan kota Surabaya ke depan.
Pakar pendidikan Martadi, menjelaskan Satuan Pendidikan Masyarakat (LKP dan PKBM) di masa depan, termasuk di Surabaya, harus mampu memecahkan, paling tidak mengurangi, kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Sebagaimana diketahui, sebagai dampak persaingan yang semakin keras, kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat juga semakin tajam. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tetap miskin.
Anak-anak keluarga yang terdidik semakin terdidik, sementara anak-anak keluarga tidak terdidik tetap tidak terdidik. Satuan Pendidikan Masyarakat (LKP dan PKBM) ke depan harus mampu menjadi tangga mobilitas vertikal bagi mereka yang kurang mampu dan kurang terdidik, sekaligus mampu memotong lingkaran kemiskinan yang banyak memerangkap keluarga di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan ke depan harus diarahkan untuk mampu memfasilitasi masyarakat kurang mampu tanpa melupakan pelayanan kepada masyarakat secara keseluruhan. Prinsip menjangkau yang tidak terjangkau (to reach the unreach) perlu mendapat perhatian dalam kebijakan pendidikan. (Humas Dispendik Surabaya)