Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya bersama Surabaya Children Crisis Center (SCCC) dan sejumlah lembaga pendampingan anak menggelar workshop tentang perlindungan di Aula Ki Hajar Dewantara, Selasa (26/3/2019). Workshop diikuti 50 guru bimbingan konseling (BK) dan wakil kepala sekolah (wakasek) bidang kesiswaan SMP negeri se-Surabaya.
Selain diikuti guru BK dan wakasek bidang kesiswaan, pembukaan workshop dihadiri Kabid Sekolah Menengah (Sekmen) Dispendik Kota Surabaya Sudarminto, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP negeri Akhmat Suharto, serta beberapa Kepala SMP negeri.
Tim dari SCCC, Nonot Suryono mengatakan, workshop ini merupakan salah satu program kerja dari SCCC. Agendanya untuk membahas dan berupaya mencegah sedini mungkin eksploitasi terhadap anak-anak. “Kami juga melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah,” kata Nonot yang mewakili Direktur SCCC Edward Dewaruci yang berhalangan hadir.
Menurut Nonot, kerja sama antara berbagai pihak, mulai dari Dispendik Kota Surabaya, kepala sekolah, guru, serta lembaga-lembaga lain, merupakan upaya membangun networking untuk pencegahan eksploitasi anak.
“Atas dukungan bapak-ibu semua, pecegahan bisa dideteksi sedini mungkin. Dengan begitu, mudah-mudahan tidak ada lagi eksploitasi anak ke depannya,” terangnya. Pihaknya juga mengapresiasi Dispendik Kota Surabaya yang selalu perhatian dengan permasalahan anak. “Anak didik kita ini adalah generasi penerus bangsa, jadi mari kita berempati kepada anak didik kita,” tandasnya.
Kabid Sekmen Dispendik Kota Surabaya Sudarminto menjelaskan, isu ini sangat strategis bagi guru BK dan wakasek bidang kesiswaan. Sebab, guru BK dan wakasek kesiswaan merupakan garda terdepan dalam membina siswa. Apalagi, sekarang ini gangguan kepada anak jauh lebih besar dibanding zaman dulu.
“Sekarang ini ada dunia digital. Anak menjadi rentan terhadap gangguan, untuk itu guru BK dan wakasek bisa kesiswaan harus mampu mengetahui banyak hal tentang anak didiknya,” tuturnya.
Sudarminto juga menjelaskan tentang tripartit pendidikan, di mana pendidikan terhadap itu tanggung jawab keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat. “Pendidikan utama itu ada di keluarga karena banyak waktu yang dihabiskan di keluarga. Kalau sudah masuk usia sekolah, ya, sekolah. Sekolah harus memperkuat pendidikan karakter anak,” katanya. (Humas Dispendik Surabaya)