Tak salah jika SMPN 43 mendapatkan julukan sekolah berbudaya literasi, bagaimana tidak sejak beberapa tahun ini Sekolah yang terletak di dekat Tugu Pahlawan tersebut telah menghasilkan empat judul sekaligus mulai dari buku tentang Antologi Puisi Adiwiyata SMPN 43, “Menabur Mimpi Mengukir Asa”, “Gelap Gerhana dalam Kapal Selam”, serta buku Antologi Geguritan yang berjudul “Taruna Nggegurit”.
“Kreatifitas dan prestasi para pelajar SMPN 43 patut untuk kita apresiasi bersama”, tutur Eko Prasetyoningsih Kabid Pendidikan Dasar Dispendik ketika melaunching buku Antologi Geguritan yang berjudul “Taruna Nggegurit” di SMPN 43, tadi pagi Jumat (16/12).
Eko mengungkapkan bahwa keberhasilan SMPN 43 dalam meraih segudang prestasi merupakan atas jerih payah warga sekolah mulai dari pertugas keamnan, kebersihan, TU, operator sekolah, siswa, guru dan kepala sekolah yang memiliki komitmen bersama dalam memajukan pendidikan.
“Dahulu sekolah ini memang kurang diminati oleh masyarakat, namun dengan segudang prestasi yang berhasil diraih saat ini menjadi favorit di masyarakat”.
Mantan Kepala SDN Wonokusumo tersebut berharap agar prestasi yang berhasil diraih oleh para siswa-siwi SMPN 43 mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap para siswa lainnya, sehingga mampu berkembang bersama-sama dan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dapat merata.
Kepala SMPN 43 Kelik Sachroen menyampaikan, bahwa tidak hanya kegiatan peluncuran buku saja namun momen pembagian rapor ini dimanfaatkan para siswa untuk memamerkan hasil karya yang selama ini mereka kerjakan di sekolah, mulai dari keterampilan membuat karya seni.
Sampai penampilan berbagai ekstrakurikuler dihadapan para orang tua.
“Melalui SEMPATTI Fiesta 2016 kami berupaya memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengasah bakat dan keterampilan siswa di berbagai bidang”.
Sementara itu, Zulaikah Intan menceritakan bahwa dalam pembuatan buku Antologi Geguritan “Taruna Nggegurit” menggunakan bahawa jawa dalam setiap teksnya. Siswa kelas 8 C SMPN 43 tersebut menerangkan awal mula para siswa membuat karya sastra tersebut menggunakan bahasa Indonesia kemudian dengan dibimbing oleh guru ekstrakurikuler cipta puisi karya sastra tersebut di translate ke dalam bahasa jawa.
“Judul juga digunakan dalam mengisi paragraf utama pada setiap karya puisi”, pungkas Zulaikah (Humas Dispendik Surabaya)