Jelang pencairan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) melalui mekanisme hibah, hari ini (17/11) bertempat di aula SMKN 6 Dinas Pendidikan Kota (Dispendik) Surabaya adakan sosialisasi kepada pemilik yayasan dan bendahara tingkat SD, MI, SMP, dan MTs se-Surabaya. Acara tersebut turut dihadari oleh pihak dari Kemenag, Kejaksaan, perwakilan DPRD, dan perwakilan Dewan Pendidikan Surabaya (DPS).
Dalam sambutannya, Kepala Dispendik Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM menyampaikan ada aturan baru lembaga yang menerima hibah bopda harus memiliki badan hukum. Hal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Mengacu pada pasal 298 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menggantikan regulasi yang sama, yakni UU 32/199. Untuk bisa mencairkan anggaran ini, lembaga dan organisasi kemasyarakatan harus mengurus legalitas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Sosialisasi ini menjadi penting karena yang menjadi obyek utama penerima hibah ialah para ketua yayasan jika telah memenuhi prosedur”.
Masduki Toha, Wakil Ketua DPRD Surabaya menghimbau kepada yayasan untuk berhati-hati dalam melakukan pengelolaan BOPDA. Menurutnya BOPDA dipergunakan hanya untuk memajukan kepentingan pendidikan di Surabaya. Prosesnya tidak begitu saja hanya diserahkan kepada sekolah, yayasan dan bendahara nantinya juga akan bertanggungjawab.
“DPRD akan mendorong penuh, kami telah mengalokasikan anggara 1,7 T untuk pendidikan Surabaya”, tutur Masduki.
Bakri, Kepala Kemenag Surabaya juga menghimbau institusi dibawahnya untuk taat pada peraturan yang berlaku. Bakri mengungkapkan setiap bantuan yang dimanfaatkan lembaga harus memiliki bukti pertanggunggajawaban yang dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum. Oleh karena itu, dalam melakukan penyusunan anggaran, sampai pada pemanfaatannya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Yang paling penting ialah menciptakan kebersamaan, tanpa kebersamaan lembaga tidak akan maju dengan baik”.
Sementara itu, Hanafi Kasi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Surabaya menjelaskan sesuai pasal 2 UU no. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Terkait teknis pencairan Hibah BOPDA, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dra. Eko Prasetyoningsih, M. Pd menjabarkan berdasarkan Peraturan Walikota no. 65 Tahun 2015 penerima hibah adalah badan penyelenggara yayasan, perkumpulan dan bentuk lain BERBADAN HUKUM yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
Penerima Hibah yang telah menerima hibah biaya pendidikan daerah tidak diperkenankan membebani biaya apapun kepada siswa penerima hibah biaya pendidikan daerah yang berasal dari keluarga miskin.
Setiap penggunaan dana hibah biaya pendidikan daerah harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
Sekolah harus mengalokasikan jumlah siswa miskin 5% dari PPDB, bagi keluarga tidak mampu harus memiliki SKM, memiliki KPS, serta tercatat dalam DB Keluarga Miskin Pemerintah Kota Surabaya.
Eko menegaskan, penerima hibah biaya pendidikan daerah yang melakukan tindakan penyalahgunaan dan/atau penyimpangan pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota ini dan Naskah Perjanjian Hibah Daerah akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Humas Dispendik Surabaya)