Pengetahuan dalam melakukan deteksi dini terhadap Disleksia dibutuhkan oleh para orang tua dalam menjaga tumbuh kembang anak agar berjalan optimal. Oleh karena itu, melalui pendidik PAUD dan TK dapat menyampaikan pengetahuan yang didapat kepada para orang tua. Tadi pagi, (02/11) bertempat di Gedung Wanita GOPTKI adakan seminar “Temu Kenali Anak Autis dan Disleksia di Lingkungan Kita”.
Ketua GOPTKI Surabaya Khusnul Ismiati, mengemukakan tumbuh kembang anak merupakan tolak ukur dalam mencetak para generasi emas bangsa guna menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka. Tidak hanya itu, dewasa ini pendidikan anak usia dini telah berkembang di masyarakat sebagai awal pondasi awal dalam mencetak generasi calon pemimpin bangsa.
Rahaya Dewi, seorang pakar gizi menyampaikan upaya preventif, kuratif, sekaligus temu dan kenali menjadi salah langkah deteksi dini kepada anak dalam mengenali tumbuh kembangnya. Menurutnya, faktor yang paling penting adalah menyiapkan anak yang memiliki gangguan perkembangan untuk dapat bertahan dan mengoptimalkan kelebihan serta kemampuan yang dimilikinya.
Acara yang dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM dihadiri setidaknya 300 peserta dari berbagai lembaga TK dan PAUD se-Surabaya. Dalam sambutannya, Ikhsan mengungkapkan pada tahun 2016 nanti semua guru TK akan mendapatkan pelatihan lanjutan, dan diharapkan pada tahun 2017 nanti semua guru menjadi lebih professional karena mendapatkan pelatihan tingkat mahir.
Sementara itu, Dr. Puboyo Solek ahli Disleksia menerangkan, persamaan persepsi mengenai deteksi dini, stimulasi dini, intervendi dini, dan PAUD menjadi sebuah rangkaian holisti penanganan Disleksia.
“Gejala autisme dapat diketahui ketika anak usia 16-8 bulan”.
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.[ Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau diatas rata-rata. Ini termasuk kesulitan dalam penerapan disiplin Ilmu Fonologi, kemampuan bahasa/pemahaman verbal. Diseleksia adalah kesulitan belajar yang paling umum dan gangguan membaca yang paling dikenal. Ada kesulitan-kesulitan lain dalam membaca namun tidak berhubungan dengan disleksia.
Beberapa melihat disleksia sebagai sebuah perbedaan akan kesulitan membaca akibat penyebab lain, seperti kekurangan non-neurologis dalam penglihatan atau pendengaran atau lemah dalam memahami instruksi bacaan. Ada 3 aspek kognitif penderita disleksia yaitu Pendengaran, Penglihatan, dan Perhatian. Disleksia mempengaruhi perkembangan bahasa seseorang.
Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik.
Beberapapenelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima. (Humas Dispendik Surabaya)