Sebanyak 41 SKPD yang terdiri dari kepala dinas, kepala badan, kepala bagian dan juga direktur rumah sakit milik Pemkot Surabaya, sekretaris dewan (Sekwan) serta 31 camat, bergantian melakukan penandatanganan kontrak kinerja yang disaksikan oleh walikota dan juga Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya, Hendro Gunawan. Tampak hadir dalam penandatanganan kontrak kinerja Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Dr. Ikhsan, S.Psi, MM.
Dijelaskan Walikota Risma, ketika dirinya memimpin rapat APEKSI beberapa waktu lalu, beberapa kepala daerah di Indonesia mengeluhkan perihal banyaknya PNS yang enggan menjadi kepala dinas ataupun kepala bagian. Menurut walikota, keengganan mengisi jabatan kepala dinas di beberapa daerah tersebut dipicu karena mereka tidak mau berurusan dengan hukum terkait tanggung jawab mereka pada masalah keuangan. Fakta yang ada, mereka berurusan dengan hukum bukan hanya karena disengaja, tetapi juga karena ketidaktahuan mereka aturan dan administrasi. “Saya juga sudah minta ke Sekkota dan asisten, kalau kita tidak tahu jawabannya tentang sesuatu hal, tolong ditanya meski kita harus konsultasi ke Jakarta atau ke Perguruan Tinggi. Saya tidak ingin karena salah administrasi, teman-teman kena dampak,” jelas Walikota Risma.
Walikota yang masuk nominasi kepala daerah terbaik di dunia ini menegaskan, jika misalnya ada PNS di lingkungan Pemkot Surabaya yang secara sengaja (by design) melakukan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi, dirinya tidak akan memberikan pembelaan. Namun, Walikota Risma tidak berharap ada bawahannya yang terkena masalah hukum karena sesuatu yang tidak disengaja. Karena itu, walikota meminta pejabat SKPD dan camat agar belajar jika memang tidak tahu. “Saya bukannya menakuti-nakuti. Tetapi kondisinya sekarang memang beda. Kalau ndak ngerti tanya, kalau perlu tanya ke KPK. Kalau kita tertib, ndak perlu ada yang dikhawatirkan,” imbuh walikota.
Walikota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini juga menyarankan agar jajaran kepala SKPD lebih meningkatkan control pengawasan kepada bawahan. Jika memang ada staf yang kinerjanya kurang, hendaknya ditegur daripada ewuh pakewuh tetapi di belakang hari justru berdampak pada pribadi yang bersangkutan, pimpinan dan juga citra buruk Pemkot Surabaya. Termasuk juga berupaya melakukan pengecekan sendiri terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh staf.
“Kontrol itu bukan berarti ketika administrasi selesai yah selesai, tidak begitu. Teman-teman harus control sendiri apa benar kondisi fisik di lapangan, apa benar sudah dikerjakan. Itu hukumnya wajib. Ojo eman sepatune, ojo eman bensine. Ndak apa-apa baju kotor, kalau perlu bawa baju ganti,” sambung walikota yang sering blusukan ini.
Walikota Risma tidak sekadar memberi imbauan untuk melakukan pengecekan di lapangan. Selama menjabat walikota, dirinya memang rajin melakukan blusukan dengan turun langsung ke lokasi pengerjaan saluran air, pengerjaan box culvert ataupun di kawasan yang tergenang air untuk mengecek kondisi yang sebenarnya di lapangan. Yang terpenting sekarang, mari bersama-sama kita tingkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. (Humas Dispendik Surabaya)