Kewajiban pemerintah daerah dalam memfasilitasi serta menyediakan layanan disabilitas mulai dari tingkat dasar hingga menengah telah diwujudkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan beragam bentuk layanan dan program pendidikan.
“Saat ini di Surabaya terdapat 50 SD Inklusi, 23 SMP Inklusi dan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) yang tersebar di lima wilayah”, tutur Kadispendik Surabaya Ikhsan ketika menjadi keynote speaker dalam Workshop Penyusunan Rekomendasi Unit Layanan Disabilitas Bidang Pendidikan, pagi tadi Rabu (07/02/2018) di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Ikhsan menuturkan tidak hanya menyediakan layanan pendidikan serta fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, namun Pemkot Surabaya melalui Dispendik kini tengah memetakan jenis kekhususan para siswa ABK tersebut, tujuannya adalah agar mereka dapat terfasilitasi dengan baik sehingga mampu mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
“Kita ingin ABK dapat mandiri paling tidak bagi dirinya sendiri, oleh sebab itu pemeetan tersebut bertujuan untuk menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan dalam mengawal tugas perkembangan ABK”.
Terkait PLD, mantan Kepala Bapemas dan KB Kota Surabaya tersebut mengungkapkan layanan tersebut telah dilengkapi dengan Guru Pendamping Khusus (GPK) dan fasilitas pembelajaran yang dibutuhkan sehingga ABK dapat terlayani dengan baik. Ia menambahkan sasaran PLD tidak hanya dikhususkan ABK saja, namun juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sampai lembaga terkait yang membutuhkan edukasi terhadap layanan inklusi.
“PLD juga berfungsi pelatihan pendidikan dan keterampilan, layanan profesional ABK, pelatihan guru, konsultasi, serta beragam fasilitas lainnya”.
Kepala Bidang Sekolah Dasar Agnes Warsiati menyampaikan PLD tersebut terletak di SDN Sawunggaling I, SDN Semolowaru, SDN Kapasari 8, SDN Lidah Wetan II dan SDN Krembangan Selatan III. PLD akan menjembatani anak-anak inklusi yang kurang tertangani di sekolah reguler, selain itu PLD juga membantu meningkatkan mutu para tenaga pendidikan inklusi di wilayah masing–masing.
Sementara itu, Dyah Katarina anggota DPRD Kota Surabaya berujar ada progress perbaikan setiap tahun yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam mengembangkan pendidikan inklusi. Menurutnya, ada PR lain dalam memberikan edukasi ke keluarga atau masyarakat. Masyarakat membutuhkan adanya sebuah pemahaman untuk membentuk masyarakat yang akomodatif bukan diskriminatif. (Humas Dispendik Surabaya)