928 pelajar dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Surabaya, mengikuti ajang pengembangan bakat dan potensi siswa di bidang akademik. Acara yang berlangsung di Gedung Wanita Candra Kencana, Jl. Kalibokor Selatan No. 2 Surabaya itu, memamerkan sebanyak 478 karya penelitian.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam sambutannya mengatakan, tantangan anak-anak Surabaya ke depan, bukan hanya bersaing dengan skala kota atau nasional. Melainkan anak-anak ini, ke depan akan bersaing dengan anak di seluruh dunia. “Karena pada tahun 2020 nanti, akan ada era keterbukaan dunia yang harus dihadapi,” kata Wali Kota Risma saat membuka Surabaya Young Scientists Competition 2018 di Gedung Wanita Kalibokor, Kamis, (04/10/18).
Kendati demikian, Wali Kota Risma meminta kepada orang tua, guru, kepala sekolah, serta Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya untuk terus membimbing dan memberi motivasi kepada pelajar, agar menjadi seorang peneliti yang andal. Dengan begitu, diharapkan anak-anak Surabaya bisa bersaing di era global.
“Karena itu, mari kita terus dorong anak-anak ini. Mari kita tinggalkan hal-hal yang bersifat negatif, supaya waktu kita lebih bermanfaat,” ujarnya.
Wali Kota Risma menuturkan, sebuah penelitian tidak harus menggunakan bahan-bahan yang mahal. Dari hal yang sederhana pun bisa. Menurutnya, orang yang sukses itu bukanlah yang pinter. Tapi orang yang mau berusaha dan mencoba dari hal-hal yang kecil. “Kalian bisa menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar kalian. Saya berharap karya ilmiah ini, bisa terus dikembangkan. Dan tidak berhenti hanya dalam ajang lomba,” pesannya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini berharap, melalui ajang peneliti belia ini, muncul bibit-bibit baru peneliti andal dari Surabaya. Sehingga diharapkan, bangsa Indonesia, utamanya warga Surabaya, tidak lagi menjadi konsumen produk bangsa lain. Melainkan mampu menjadi produsen yang bisa bersaing dengan pangsa pasar global.
“Selamat berjuang anak-anakku semua, namun bukan hanya pada lomba ini saja, tapi kalian harus berjuang untuk kehidupan kalian, agar lebih sukses dan berhasil,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Ikhsan menyampaikan, lomba peneliti belia ini, terdiri dari empat kategori lomba. Yakni, fisika, komputer, matematika, dan ekologi. Sementara untuk Ekologi, terbagi menjadi dua, life science dan enviromental science. “Untuk tahun ini jumlah peserta mengalami peningkatan. Yakni mencapai 928 siswa. Sementara tahun lalu 2017, peserta hanya berjumlah 678 siswa,” terangnya.
Ikhsan mengungkapkan, tahun ini jumlah peserta kategori komputer sebanyak 112 siswa dengan 59 penelitian, matematika 88 peserta dengan 45 penelitian, fisika 77 siswa dengan 41 penelitian, environmental science 181 peserta dengan 94 penelitian. “Sementara untuk kategori life science,diikuti dengan jumlah peserta terbanyak. Yakni 470 peserta dengan 239 penelitian,” jelasnya.
Ikhsan menambahkan, inovasi yang muncul dari kompetisi peneliti belia ini, berangkat dari berbagai persoalan yang ada di masyarakat. “Dengan begitu, diharapkan hasil karya mereka mudah diaplikasikan secara tepat guna dan terpenting bisa bermanfaat bagi masyarakat,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur Center of Young Scientists (CYS) Monika Raharti menambahkan, minat dan semangat siswa SMP se Surabaya dalam riset itu cukup leading dibanding siswa dari daerah lain. Yang luar biasa, riset tersebut muncul dan hampir merata di semua sekolah. “Kalau daerah lain itu yang muncul keluar adalah swastanya. Yang luar biasa di sini adalah merata di semua sekolah,” katanya.
Dalam kompetisi ini, lanjut Monika, pihaknya akan mengambil juara 1, 2, 3, dan juara harapan 1, 2 pada tiap bidang lomba. “Para pemenang ini yang nantinya kami kirim ke tingkat nasional. Selain itu, kami juga akan melihat dan memilih kategori poster terbaik tiap bidang,” tuturnya. Sebelum terpilih para juara, dilakukan seleksi melalui poster. Juri melakukan eksplorasi poster peserta melalui tanya jawab.
“Setelah seleksi poster, selanjutnya dipilih 15 besar tiap bidang lomba untuk melakukan presentasi pada Jumat (5/10/2018),” katanya.
Monika menjelaskan, untuk proses penilaian, pihaknya melihat kreativitas siswa dalam mengambil topik masalah. Kreativitas itu kemudian dikaitkan dengan bagaimana siswa melihat adanya problem atau masalah di sekitar kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, penilaian juga mengukur bagaimana siswa memberikan solusi dari masalah tersebut.
“Proses penilaian kreativitas tersebut juga dilakukan oleh dunia internasional. Dan kelebihan dari kita adalah problem-problem yang dilihat anak-anak sangat riil dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, bukan hanya di awang-awang saja. Rupanya, hal itu menjadi keunggulan kita di tingkat internasional,” jelasnya. (Humas Dispendik Surabaya)